Hanya Jika

Wednesday, September 12, 2012

Jika kau menjadi milikku...
Berlembar-lembar kertas tak akan cukup menceritakan haru biru bahagiaku. Tidak akan pernah cukup untuk menuliskan berbagai rencana bagi aku-kamu di setiap akhir minggu. Melihat kunang-kunang di kaki bukit. Bermain pasir di tepian pantai sampai saat senja menjemput dengan jingganya. Atau aku yang bermain gitar dan kamu menyanyikan lagu-lagu kesukaanmu. Sederhana. 

Jika kau menjadi milikku...
Maka setiap detik di detakku akan mengeja namamu, berulang-ulang. Menyimpannya di sudut otakku. Merekamnya dalam setiap mimpi di tengah malam. Bahkan sampai saat terbangun kala fajar, namamu kudapati sebagai potongan mimpi indah yang menjelma jadi sosok nyata.

Jika kau menjadi milikku, Sayang...
Mungkin ratusan pelukan tidak akan pernah cukup untuk menuntaskan rinduku. Sepasang mata yang terus meletak tatap tak akan sanggup untuk mengalihkan pandang. Kaki-kaki bersepatu hitam ini, mereka akan selalu melangkah menujumu. Jika tidak cukup dengan berjalan, maka aku akan berlari, sekencang-kencangnya agar kau tidak terlalu lama menunggu sendirian. 

Suatu saat jika kau menjadi milikku...
Kupastikan sepasang mata sendumu akan menolak memproduksi air mata kecuali tentang bahagia. Kujanjikan padamu pelukan hangat saat hujan sedang deras-derasnya. Ketakutanmu akan petir dan kilat juga akan sirna, aku janji. Dan jangan pernah khawatir akan lengan yang menggemuk, kerutan di sudut matamu, atau perut yang mulai membuncit. Kau akan tetap menjadi yang tercantik, Sayang.

Hanya jika kau menjadi milikku...
Akan kuhabiskan waktu yang lebih dari selamanya, untuk mencintaimu.


If you were mine,
I'd be your everything and you'd be the only thing that I would ever need
If you were mine,
I would tell everyone that you are the only one that I could ever want

Senja di Suramadu, 11 September 2012
Dari sebuah lagu milik Marcos Hernandez - If You Were Mine

Tunggu Saja

Sunday, September 9, 2012






"Sudah kubilang, aku benci Jakarta!"

"Jadi, kamu pikir lebih baik untuk kita tetap berjauhan?"

"Memangnya kita sudah akan menikah?"

"Pertanyaanku seharusnya dijawab lebih dulu sebelum kamu balik bertanya."

"Nanti, kalau kita sudah menikah baru aku mau tinggal di Jakarta."

"Rasanya hanya kamu yang menolak tinggal di sini, semua orang yang berasal dari kampung selalu mau kok tinggal di Jakarta."

"Pertama, aku bukan orang kampung. Sembarangan kamu. Kedua, mereka yang mau tinggal di kota yang macetnya super itu adalah mereka yang belum tahu ruwetnya hidup di sana. Panas, macet, mau kemana-mana jauh, apa-apa mahal, pokoknya aku nggak suka."

"Tapi kamu masih suka ke Bandung. Apa bedanya dengan Jakarta, Bandung juga macet."

"Bandung itu rumah. Tempat aku lahir. Beda dong."

"Sama-sama macet."

"Iya. Macet karena orang-orang Jakarta yang berlibur ke Bandung waktu weekend."

"Hh... harus pakai cara apa lagi merayu kamu biar mau pindah ke Jakarta?"

"Kayaknya kamu lebih jago menulis puisi ketimbang merayuku. Lagipula pada akhirnya aku pasti akan tinggal di Jakarta kok. Jadi jangan maksa, deh."

"Iya. Nanti setelah kita menikah, ya kan?"

"Nah itu kamu tahu."

Sebenarnya kamu tidak perlu susah-susah memaksaku untuk tinggal di Jakarta. Kamu tahu aku pasti akan melakukannya. Demi kamu. Demi orang yang telah menyemai benih di ladang rinduku, yang membuatnya terus merimbun tak terkendali. Memang tidak dalam waktu dekat ini, aku masih butuh waktu untuk benar-benar memastikan hidup yang singkat ini akan kuhabiskan bersamamu. Tapi setidaknya aku sudah tahu kemana akan pergi saat ada senyum yang kurindukan hangatnya. Tempat dimana akan kulabuhkan mimpi-mipiku. Tunggu saja aku. "Tunggu aku di Jakarta" ucapku dalam hati sambil melambaikan tangan pada webcam sebelum menyudahi obrolan via Skype ini.


Keputih, 9 September 2012
Dari sebuah lagu milik Sheila On 7 - Tunggu Aku di Jakarta

Prolog

Wednesday, September 5, 2012

"Jadi ini pertama kalinya kamu jatuh cinta?"

Kupandang pria di seberang mejaku ini dengan tatapan sebal. "Bukan. Jelas bukan. Aku pernah jatuh cinta lebih dari dua kali.. tiga.. ehm... entahlah. Tapi jelas ini bukan yang pertama."

"Oke. Kamu mungkin bisa mengelak bahwa ini bukan jatuh cinta. Tapi jangan sangkal bahwa ini pertama kalinya kamu begitu tergila-gila pada seorang wanita." Dia menyesap kopi hitamnya yang tinggal separuh cangkir. "Sangat tergila-gila, sampai-sampai segala macam akun social media-mu kamu gunakan untuk memujinya."

"Baiklah, ini mulai berlebihan. Aku hanya beberapa kali menuliskan puisi dan cerpen tentangnya dalam blog. Itu saja." Kali ini dia tersenyum kecil, mengejek. "Ingat, tentang dia. Bukan untuk dia."

"Apa bedanya? tulisan-tulisan yang katamu 'tentang dia' itu, sama artinya dengan 'untuk dia'. Tulisan yang kamu harap akan dibaca olehnya. Agar dia mengerti bahwa kamu diam-diam mengaguminya." Kali ini dia tertawa menyebalkan. "Dan aku harus memberi salam hormat padamu soal yang satu ini. Dia memang cantik."

Menurutku definisi kata cantik bisa bermacam-macam. Yang sering kudengar adalah kalimat 'Cantik itu relatif.' Memang benar. Dan wanita ini, ah...dia memang menawan. Benar jika dikatakan ini kali pertama aku sangat tergila-gila pada wanita. 

"Entahlah, tapi jika kamu mampu mengikuti jalan pikirannya yang mengesankan itu, kau akan terus berdecak kagum." Juga caranya bernyanyi yang bisa membuatmu terharu, atau cara berjalannya yang mengagumkan. Lanjutku. Dalam hati.

"Sangat mengagumkan sampai-sampai kau tak berani mengatakan bahwa kau mencintainya?"

"Belum. Hanya belum."

"Lalu sampai kapan 'belum' ini akan berlangsung?"

Aku diam. Kusesap juga kopiku hingga habis tak bersisa sambil mengingat-ingat gerak-gerik wanita yang sedari tadi kami bicarakan ini. Senyumnya, matanya. Kurasa dia pemilik mata tercantik di dunia. Aku tak tahu apa ini sudah menjadi cinta atau baru sebatas kekaguman yang menjadi-jadi. Tapi memang benar jika ku katakan segala tentang wanita ini terus melekat dalam pikiranku. Menghidupi tulisan-tulisanku dengan sosoknya sebagai inspirasi. Entah ini cinta atau bukan. Aku masih belum tahu.

Karena aku selalu pasti mengagumi dengan hati
Di setiap jengkal indahnya, di setiap jengkal buruknya


Bungkul, 6 September 2012
Dari sebuah lagu milik Sheila on 7 - Karena Aku Setia